Konten Berita

...

Komnas KIPI: Tidak Ada Yang Meninggal Karena Vaksinasi COVID-19

Vaksinasi

Gambar : Ilustrasi Vaksinasi

Dalam pelaksanaan vaksinasi di Indonesia, pemerintah turut melibatkan Komnas KIPI untuk memantau jalannya vaksinasi. Komnas KIPI adalah lembaga yang kredibel dan independen yang memiliki fungsi dalam mengawasi pelaksanaan vaksinasi khusus untuk kejadian ikutan pasca imunisasi. Jakarta, 20 Mei 2021 Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, drg. Widyawati, MKM menyiarkan, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof Hindra Irawan Satari menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada yang meninggal karena vaksinasi COVID-19. Hal ini perlu dijelaskan kembali mengingat banyaknya berita yang simpang siur mengaitkan beberapa kasus kematian akibat Vaksin Covid-19.

 

vaksinasi 2

Menurut Komnas KIPI, ada 27 kasus kematian diduga akibat vaksinasi dengan Sinovac. Namun setelah diinvestigasi, kematian tersebut tidak terkait dengan vasinasi. Dari kasus tersebut, 10 kasus akibat terinfeksi Covid-19, lalu 14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 1 orang karena gangguan fungsi ginjal secara mendadak dan 2 orang karena diabetes mellitus dan hipertensi tidak terkontrol. Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof. Hindra Irawan Satari mengatakan "Kenapa kami bisa membuat diagnosis itu? Karena datanya lengkap. Diperiksa, dirawat di-rontgen, diperiksa lab, di CT-scan, dapat diagnosisnya," Sementara yang meninggal diduga akibat vaksinasi dengan AztraZeneca ada 3. Namun juga tidak diakibatkan oleh vaksinasi tapi lebih karena penyakit lain. Vaksin telah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dari WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari otoritas kesehatan di 70 negara di dunia, termasuk Indonesia jadi udah pasti aman dan terjamin. Beberapa negara di Eropa melaporkan penurunan angka infeksi, angka rawat inap, dan angka kematian yang signifikan pasca vaksinasi covid-19. Kepada masyarakat diimbau untuk tidak perlu ragu maupun khawatir mengikuti program vaksinasi nasional, pemerintah tentunya berkomitmen penuh untuk menghadirkan vaksinasi yang aman, bermutu dan berkhasiat untuk memberikan perlindungan bagi seluruh masyarakat Indonesia, meskipun sudah divaksinasi, jangan lupa untukmeski sudah divaksinasi, jangan lupa untuk selalu pakai masker, cuci tangan pakai sabun minimal 20 detik, menjaga jarak minimal 1 meter, hindari kerumunan dan batasi mobilitas

Vaksinasi COVID-19 memiliki manfaat jauh lebih besar dibandingkan risikonya. Dengan vaksinasi kita tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga ikut membantu melindungi kelompok rentan dan seluruh masyarakat. Tak perlu ragu ataupun khawatir dengan vaksinasi, pemerintah memastikan seluruh vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat adalah vaksin yang aman, bermutu dan berkualitas. Jadi tunggu apalagi? segera daftarkan dirimu untuk mengikuti vaksinasi di sentra vaksinasi terdekatmu, jangan ditunda kalau sudah punya kesempatan mendapatkan Vaksin Covid-19. Lalu meski sudah divaksinasi, jangan lupa untuk selalu pakai masker, cuci tangan pakai sabun minimal 20 detik, menjaga jarak minimal 1 meter, hindari kerumunan dan batasi mobilitas. (MH)

...

Pentingnya Pemantauan KIPI Pasca Vaksinasi

Vaksinasi COVID 19

Gambar : Ilustrasi Pemantauan KIPI pasca Vaksinasi (Shutterstock)

Secara umum, vaksin tidak menimbulkan reaksi pada tubuh, atau apabila terjadi, hanya menimbulkan reaksi ringan. Vaksinasi memicu kekebalan tubuh dengan menyebabkan sistem kekebalan tubuh penerima bereaksi terhadap antigen yang terkandung dalam vaksin. Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi atau biasa disebut KIPI merupakan kejadian medik yang diduga berhubungan dengan vaksinasi. Kejadian ini dapat berupa reaksi vaksin, kesalahan prosedur, koinsiden, reaksi kecemasan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. 

 

Pemantauan kasus KIPI dimulai langsung setelah vaksinasi. Hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kasus KIPI yang serius maka sasaran yang diminta untuk tetap tinggal di tempat pelayanan vaksinasi selama 30 menit sesudah vaksinasi dan petugas harus tetap berada di tempat pelayanan minimal 30 menit setelah sasaran terakhir divaksinasi. Kemdian Puskesmas menerima laporan KIPI dari sasaran yang divaksinasi/masyarakat/kader. Apabila ditemukan dugaan KIPI serius agar segera dapat dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk dilakukan pelacakan. Hasil pelacakan dilaporkan ke Pokja/Komda PP-KIPI untuk dilakukan analisis kejadian, tindak lanjut kasus. KIPI yang meresahkan dan menimbulkan perhatian berlebihan masyarakat, harus segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera dikirim langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI atau melalui WA grup Komda KIPI – Focal Point. KIPI diklasifikasikan serius apabila kejadian medik akibat setiap dosis vaksinasi yang diberikan menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat inap, dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa.  Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.

Reaksi lokal dan sistemik seperti nyeri pada tempat suntikan atau demam dapat terjadi sebagai bagian dari respon imun. Komponen vaksin lainnya (misalnya bahan pembantu, penstabil, dan pengawet) juga dapat memicu reaksi. Vaksin yang berkualitas adalah vaksin yang menimbulkan reaksi ringan seminimal mungkin namun tetap memicu respon imun terbaik. Frekuensi terjadinya reaksi ringan vaksinasi ditentukan oleh jenis vaksin.

Reaksi yang mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang lain. Beberapa gejala tersebut antara lain:

  1. Reaksi lokal, seperti: nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan,  reaksi lokal lain yang berat, misalnya selulitis.
  2. Reaksi sistemik seperti:  Demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi (atralgia), badan lemah, sakit kepala.
  3. Reaksi lain, seperti: reaksi alergi misalnya urtikaria, oedem, reaksi anafilaksis, syncope (pingsan) Untuk reaksi ringan lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk melakukan kompres dingin pada lokasi tersebut dan meminum obat paracetamol sesuai dosis. Sedangkan untuk reaksi ringan sistemik seperti demam dan malaise, petugas kesehatan dapat menganjurkan penerima vaksin untuk minum lebih banyak, menggunakan pakaian yang nyaman, kompres atau mandi air hangat, dan meminum obat paracetamol sesuai dosis.

KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi, untuk itu persiapan sistem pelayanan vaksinasi yang terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki pengetahuan cukup, terampil dalam melaksanakan vaksinasi dan memiliki sikap profesional sebagai tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksimal. Kepada semua jajaran pemerintahan yang masuk dalam sistem ini harus memahami petunjuk teknis yang diberikan. KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden harus diwaspadai. Untuk itu penapisan status kesehatan sasaran yang akan divaksinasi harus dilakukan seoptimal mungkin. (AD)

...

Pernahkah Anda Mendengar Istilah KIPI? Yuk, Simak Penjelasannya 

vaksinasiGambar : Ilustrasi Imunisasi

KIPI merupakan semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian, dan diduga berhubungan dengan imunisasi. Dalam rangka pemantauan dan penanggulangan KIPI, Menteri Kesehatan membentuk Komite Nasional pengkajian dan penanggulangan KIPI dan Gubernur membentuk Komite Daerah Pengkajian Penanggulangan KIPI. Berdasarkan laporan yang masuk, sebagian besar klarifikasi KIPI adalah konsiden (tidak berhubungan dengan pemberian imunisasi).

 

Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu; bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian, apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian.

kipi

Gambar : Klasifikasi KIPI

Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:

  • Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan oleh faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
  • Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejangdemam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.
  • Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara intramuskular diberikan secara subkutan.
  • Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.

Hal yang sebaiknya dilakukan setelah mendapatkan imunisasi


Setelah diimunisasi, sebaiknya perhatikan dan pantau beberapa kondisi tubuh yang menimbulkan rasa tidak nyaman atau keabnormalan pada bagian tubuh tertentu, baik itu tanda kemerahan atau rasa nyeri. Semua gejala KIPI dapat muncul dalam hitungan menit hingga jam pasca imunisasi. Munculnya radang dan rasa nyeri setelah imunisasi bisa bertahan hingga hitungan hari. Jika tidak bertambah parah, maka gejala KIPI ringan tidak membutuhkan penanganan lanjut yang lebih serius. Namun, demam pada anak-anak perlu penanganan segera dengan cara mencukupi kebutuhan cairan dan minum obat penurun panas seperti paracetamol. Jika seseorang mengalami KIPI yang serius, maka penanganan KIPI kemungkinan memerlukan pengawasan medis dari tenaga kesehatan. Segera laporkan dan obati segera gejala KIPI dengan intensitas berat pada fasilitas kesehatan di mana Anda memperoleh layanan imunisasi atau pelayanan kesehatan terdekat.


Sekali lagi, KIPI adalah kasus yang jarang terjadi dan kebanyakan tidak membahayakan. Risiko munculnya KIPI masih lebih ringan daripada risiko terjangkit penyakit serius yang tentu lebih mengancam nyawa. Bila Anda masih khawatir, sebaiknya diskusikan langsung dengan dokter Anda. Makin berhasil program imunisasi maka angka PD3I makin menurun, sehingga perhatian masyarakat akan terfokus pada KIPI. Keadaan ini menimbulkan persepsi yang rancu, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi. Masyarakat mengabaikan ancaman PD3I dan lebih terfokus pada KIPI, bukan efektivitas vaksin dalam mencegah PD3I.

Agar kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi dapat dipertahankan, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  • Memantau KIPI secara terus menerus.
  • Mengkaji secara ilmiah terhadap kemungkinan adanya hubungan langsung reaksi simpang vaksin dengan vaksin.
  • Melakukan respon apabila ada risiko baru terhadap vaksin.
  • Memberikan penyuluhan kepada sasaran dan orangtuanya tentang manfaat imunisasi dan risiko apabila tidak diimunisasi oleh tenaga kesehatan sebelum melakukan pelayanan.

Banyak beberapa kejadian yang diduga KIPI berat lainnya, setelah diperiksa oleh ahli-ahli di bidangnya terbukti bahwa bukan diakibatkan oleh imunisasi, tapi dari wabah atau virus yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, setiap berita KIPI harus di kaji secara ilmiah oleh ahli-ahlinya, antara lain di Komisariat Daerah (Komda) KIPI yang ada di Provinsi atau Komisariat Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. (NA)

 

 

...

Pernahkah Anda Mendengar Istilah KIPI? Yuk, Simak Penjelasannya 

vaksinasiGambar : Ilustrasi Imunisasi

KIPI merupakan semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian, dan diduga berhubungan dengan imunisasi. Dalam rangka pemantauan dan penanggulangan KIPI, Menteri Kesehatan membentuk Komite Nasional pengkajian dan penanggulangan KIPI dan Gubernur membentuk Komite Daerah Pengkajian Penanggulangan KIPI. Berdasarkan laporan yang masuk, sebagian besar klarifikasi KIPI adalah konsiden (tidak berhubungan dengan pemberian imunisasi).

 

Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu; bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian, apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian.

kipi

Gambar : Klasifikasi KIPI

Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:

  • Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan oleh faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
  • Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejangdemam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.
  • Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara intramuskular diberikan secara subkutan.
  • Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.

Hal yang sebaiknya dilakukan setelah mendapatkan imunisasi


Setelah diimunisasi, sebaiknya perhatikan dan pantau beberapa kondisi tubuh yang menimbulkan rasa tidak nyaman atau keabnormalan pada bagian tubuh tertentu, baik itu tanda kemerahan atau rasa nyeri. Semua gejala KIPI dapat muncul dalam hitungan menit hingga jam pasca imunisasi. Munculnya radang dan rasa nyeri setelah imunisasi bisa bertahan hingga hitungan hari. Jika tidak bertambah parah, maka gejala KIPI ringan tidak membutuhkan penanganan lanjut yang lebih serius. Namun, demam pada anak-anak perlu penanganan segera dengan cara mencukupi kebutuhan cairan dan minum obat penurun panas seperti paracetamol. Jika seseorang mengalami KIPI yang serius, maka penanganan KIPI kemungkinan memerlukan pengawasan medis dari tenaga kesehatan. Segera laporkan dan obati segera gejala KIPI dengan intensitas berat pada fasilitas kesehatan di mana Anda memperoleh layanan imunisasi atau pelayanan kesehatan terdekat.


Sekali lagi, KIPI adalah kasus yang jarang terjadi dan kebanyakan tidak membahayakan. Risiko munculnya KIPI masih lebih ringan daripada risiko terjangkit penyakit serius yang tentu lebih mengancam nyawa. Bila Anda masih khawatir, sebaiknya diskusikan langsung dengan dokter Anda. Makin berhasil program imunisasi maka angka PD3I makin menurun, sehingga perhatian masyarakat akan terfokus pada KIPI. Keadaan ini menimbulkan persepsi yang rancu, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi. Masyarakat mengabaikan ancaman PD3I dan lebih terfokus pada KIPI, bukan efektivitas vaksin dalam mencegah PD3I.

Agar kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi dapat dipertahankan, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  • Memantau KIPI secara terus menerus.
  • Mengkaji secara ilmiah terhadap kemungkinan adanya hubungan langsung reaksi simpang vaksin dengan vaksin.
  • Melakukan respon apabila ada risiko baru terhadap vaksin.
  • Memberikan penyuluhan kepada sasaran dan orangtuanya tentang manfaat imunisasi dan risiko apabila tidak diimunisasi oleh tenaga kesehatan sebelum melakukan pelayanan.

Banyak beberapa kejadian yang diduga KIPI berat lainnya, setelah diperiksa oleh ahli-ahli di bidangnya terbukti bahwa bukan diakibatkan oleh imunisasi, tapi dari wabah atau virus yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, setiap berita KIPI harus di kaji secara ilmiah oleh ahli-ahlinya, antara lain di Komisariat Daerah (Komda) KIPI yang ada di Provinsi atau Komisariat Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. (NA)

 

 

...

Pernahkah Anda Mendengar Istilah KIPI? Yuk, Simak Penjelasannya

vaksinasiGambar : Ilustrasi Imunisasi

KIPI merupakan semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian, dan diduga berhubungan dengan imunisasi. Dalam rangka pemantauan dan penanggulangan KIPI, Menteri Kesehatan membentuk Komite Nasional pengkajian dan penanggulangan KIPI dan Gubernur membentuk Komite Daerah Pengkajian Penanggulangan KIPI. Berdasarkan laporan yang masuk, sebagian besar klarifikasi KIPI adalah konsiden (tidak berhubungan dengan pemberian imunisasi).

 

Tidak semua kejadian KIPI yang diduga itu benar. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu; bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik; bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian, apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti; dan akhirnya apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian.

kipi

Gambar : Klasifikasi KIPI

Berdasarkan data yang diperoleh, maka KIPI dapat diklasifikasikan dalam:

  • Induksi vaksin (vaccine induced). Terjadinya KIPI disebabkan oleh faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misalnya, seorang anak menderita poliomielitis setelah mendapat vaksin polio oral.
  • Provokasi vaksin (vaccine potentiated). Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi oleh karena provokasi vaksin. Contoh: Kejangdemam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi kejang.
  • Kesalahan (pelaksanaan) program (programmatic errors). Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian. Contoh: terjadi indurasi pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara intramuskular diberikan secara subkutan.
  • Koinsidensi (coincidental). KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.

Hal yang sebaiknya dilakukan setelah mendapatkan imunisasi


Setelah diimunisasi, sebaiknya perhatikan dan pantau beberapa kondisi tubuh yang menimbulkan rasa tidak nyaman atau keabnormalan pada bagian tubuh tertentu, baik itu tanda kemerahan atau rasa nyeri. Semua gejala KIPI dapat muncul dalam hitungan menit hingga jam pasca imunisasi. Munculnya radang dan rasa nyeri setelah imunisasi bisa bertahan hingga hitungan hari. Jika tidak bertambah parah, maka gejala KIPI ringan tidak membutuhkan penanganan lanjut yang lebih serius. Namun, demam pada anak-anak perlu penanganan segera dengan cara mencukupi kebutuhan cairan dan minum obat penurun panas seperti paracetamol. Jika seseorang mengalami KIPI yang serius, maka penanganan KIPI kemungkinan memerlukan pengawasan medis dari tenaga kesehatan. Segera laporkan dan obati segera gejala KIPI dengan intensitas berat pada fasilitas kesehatan di mana Anda memperoleh layanan imunisasi atau pelayanan kesehatan terdekat.


Sekali lagi, KIPI adalah kasus yang jarang terjadi dan kebanyakan tidak membahayakan. Risiko munculnya KIPI masih lebih ringan daripada risiko terjangkit penyakit serius yang tentu lebih mengancam nyawa. Bila Anda masih khawatir, sebaiknya diskusikan langsung dengan dokter Anda. Makin berhasil program imunisasi maka angka PD3I makin menurun, sehingga perhatian masyarakat akan terfokus pada KIPI. Keadaan ini menimbulkan persepsi yang rancu, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi. Masyarakat mengabaikan ancaman PD3I dan lebih terfokus pada KIPI, bukan efektivitas vaksin dalam mencegah PD3I.

Agar kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi dapat dipertahankan, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

  • Memantau KIPI secara terus menerus.
  • Mengkaji secara ilmiah terhadap kemungkinan adanya hubungan langsung reaksi simpang vaksin dengan vaksin.
  • Melakukan respon apabila ada risiko baru terhadap vaksin.
  • Memberikan penyuluhan kepada sasaran dan orangtuanya tentang manfaat imunisasi dan risiko apabila tidak diimunisasi oleh tenaga kesehatan sebelum melakukan pelayanan.

Banyak beberapa kejadian yang diduga KIPI berat lainnya, setelah diperiksa oleh ahli-ahli di bidangnya terbukti bahwa bukan diakibatkan oleh imunisasi, tapi dari wabah atau virus yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, setiap berita KIPI harus di kaji secara ilmiah oleh ahli-ahlinya, antara lain di Komisariat Daerah (Komda) KIPI yang ada di Provinsi atau Komisariat Nasional (Komnas) KIPI di Jakarta. (NA)

Kontak Kami