- Admin Dinkes
- Rabu, 24 Januari 2018
- 16722
Kepri harus mampu "Bebas Pasung"
Orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ umumnya masih menjadi stigma di masyarakat. Mereka dianggap sosok yang menakutkan, sulit diatur dan kerap membahayakan orang di sekitarnya. Karenanya banyak yang memilih mencegah berinteraksi dengan mereka, termasuk dengan cara pasung. Riskesdas 2013 menemukan prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) berjumlah 1,7 permil dari populasi, sebanding dengan 400.000 penderita. Jumlah ODGJ dipasung ±50.000 orang. Provinsi Kepri prevalensinya 1,3 permil dari populasi.
Pemasungan adalah tindakan yang menghalangi setiap ODGJ memperoleh dan melaksanakan hak-haknya sebagai warga negara, yakni dengan cara dipasung atau diisolasi. Pasung sabagai semua metode yang menggunakan alat yang dipasung atau ditempelkan di tubuh ODGJ sehingga tidak dapat bergerak dengan mudah. Dengan mengisolasi ODGJ dikurung sendirian tanpa persetujuan atau dengan paksa dalam suatu ruangan yang secara fisik membatasi untuk keluar atau meninggalkan ruangan tsb. Saat ODGJ tidak diberikan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, tanpa harus ada tindakan seperti mengikat, mengisolasi dsb, sudah termasuk tindakan pemasungan.
Foto : Temuan ODGJ dengan pasung di Kabupaten Lingga, pasien saat ini dalam penanganan
Pemahaman dan pengetahuan yang keliru dari masyarakat, yang menganggap ODGJ kerasukan setan, kena teluh atau berbahaya bagi lingkungannya menjadi salah satu penyebab tindakan pasung. Pasung dianggap sebagai solusi mengurangi keberbahayaan ODGJ. Selain itu kesulitan menjangkau fasyankes, ketiadaan pelayanan kesehatan jiwa menjadikan masyarakat mencari jalan pintas untuk mengendalikan gejala-gejala gangguan terhadap ODGJ.
Hingga Januari 2018 setidaknya ada 38 pasien ODGJ berat yang dipasung. Terbanyak berada di Kota Batam, yakni 26 pasien, yang seluruhnya berasal dari salah satu Yayasan X di Kota Batam. Ke-26 pasien tsb dikerangkeng dalam sel-sel yang kondisinya cukup memprihatinkan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, sel tidak mempunyai alas tidur, pasien langsung tidur di lantai. Tiap sel mempunyai parit sebagai saluran pembuangan jika pasien BAK atau BAB sehingga air sisa pembuangan dapat langsung mengalir ke parit tsb. Kondisi sel-sel tsb sangat bau, umumnya terlihat kotoran berserakan karena tidak dibersihkan. Yang tidak kalah memprihatinkan adalah kondisi hygiene atau kebersihan perorangan pasien, dimana pakaian mereka tidak layak (compang camping), umumnya terdapat kudis/borok pada kulit, rambut yang berantakan dan kondisi mulut/gigi yang kotor. Belum lagi mereka umumnya berbau amis kemungkinan karena tidak/jarang dimandikan, atau pun kalaupun dimandikan hanya sekedarnya.
Foto : Kondisi ODGJ di Yayasan X Kota Batam
Upaya pemasungan dapat dikatakan sebagai tindakan yang tidak manusiawi. Dalam sejumlah peraturan perundang-undangan bahkan dalam konstitusi negara, disebutkan dengan jelas setiap warga negara memiliki hal yang sama untuk semua sektor kehidupan termasuk pelayanan kesehatan dan juga hak-hak lainnya sebagai warga Negara, sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa. Adanya jaminan undang-undang mengharuskan setip ODGJ mendapat pengobatan dan perawatan di fasyankes dan tidak dipasung.
Pihak Yayasan diharapkan untuk lebih memperhatikan kondisi sanitasi lingkungan dan tiap-tiap sel pasien termasuk kondisi hygiene sanitasi nya dalam rangka memperlakukan pasien-pasien tersebut lebih bersih dan manusiawi, dan perlu ditambah jumlah petugas kebersihannya karena hanya ada 1 orang petugasnya. Pemerintah Daerah sangat diharapkan untuk mensukseskan Program Bebas Pasung ini, seperti menerbitkan peraturan yang melindungi ODGJ, mengupayakan penemuan dan penanganan medik ODGJ, termasuk obat-obatan, petugas kesehatan dan spesialistik, gizi, upaya rehabilitasi ODGJ kembali ke masyarakat, peningkatan kapasitas ODGJ (produktif kembali). Selain itu dukungan keluarga dan masyarakat untuk menerima kembali dan membantu supaya ODGJ tidak kembali kambuh dan diberdayakan kembali. Upaya promotif kesehatan jiwa harus ditingkatkan bagi masyarakat antara lain upaya untuk mencegah dan menangani masalah kesehatan jiwa, menghargai dan melindungi ODGJ, serta memberdayakan ODGJ. (DH/PTM)