- Admin Dinkes
- Selasa, 25 Desember 2018
- 11249
Faktor Lingkungan Dan Kaitannya Dengan TBC
Intensifikasi Penemuan Kasus TB di Rutan Kota Batam
Tuberkulosis atau yang lebih dikenal dengan TBC atau TB merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis, yang sering menyerang organ paru. Usia produktif, yakni 15-55 tahun menjadi kelompok usia yang paling tinggi terkena TBC. Saat ini Indonesia menduduki usia ke-2 di dunia dalam jumlah kasus TBC. WHO memperkirakan tahun 2017 ada sebanyak 1.020.000 kasus TBC di Indonesia.
H.L. Blum yang terkenal dengan teori derajat kesehatannya mengatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi 4 faktor yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan, dan keempatnya saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan (Salim, 2010). Jika dikaitkan dengan TBC yang sumber penularnya adalah penderita BTA positif itu sendiri, dimana pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan (Anton, 2008; Currie, 2005). Selain itu, kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi penyebaran virus, misalnya rumah yang kurang baik pengaturan ventilasinya.Selain itu kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Guy, 2009; Talu, 2006).
Faktor fisik rumah yakni ventilasi, pencahayaan alami, kepadatan hunian, dan lantai rumah, memiliki hubungan terhadap kejadian TBC (Supari, 2005). Sejalan dengan penelitian Jelalu (2008) tentang faktor-raktor risiko kejadian TBC di Kabupaten Kupang dimana ditemukan bahwa ada pengaruh tingkat ekonomi, kebiasaan merokok, kepadatan hunian, dan kelembaban rumah terhadap kejadian TBC pada orang dewasa. Begitupun Masdalena (2012) dalam penelitiannya yang menyatakan hygiene dan sanitasi lingkungan di rumah tahanan Medan yang ditunjukkan dengan variabel sanitasi lingkungan (kapasitas hunian, ketersediaan air bersih, lingkungan rutan dan kebersihan alat makan/minum) berpengaruh signifikan terhadap kejadian penyakit TBC.
Berdasarkan data Riskesdas, ada 13,4% rumah dengan kepadatan hunian rumah ≥8 m2 per orang (padat). Proporsi rumah dengan lantai tanah sebanyak 6,9%. Untuk kondisi ruangan dalam rumah, sebagian besar ruangan terpisah dari ruang lainnya. Dalam hal kebersihan, ada 22,2% rumah yang ruang tidurnya tidak bersih, 21,5% yang ruang keluarganya tidak bersih, dan 30,3% yang dapurnya tidak bersih. Ada 52,1% rumah yang jendela ruang tidurnya tidak dibuka tiap hari, 50,2% yang jendela ruang keluarganya tidak dibuka tiap hari, dan 57,7% yang jendela dapurnya tidak dibuka tiap hari. Ada 57,9% rumah yang ventilasi ruang tidurnya tidak cukup, 52,2% yang ventilasi ruang keluarganya tidak cukup, dan 59,8% yang ventilasi dapurnya tidak cukup. Ada 30,2% rumah yang pencahayaan ruang tidurnya tidak cukup, 21,5% yang pencahayaan ruang keluarganya tidak cukup, dan 31% yang pencahayaan dapurnya tidak cukup (Riskesdas, 2013). Data ini menunjukkan kondisi umum lingkungan rumah di Indonesia.
Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) adalah sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam penularkan penyakit menular seperti penyakit TBC. Menurut Azwar (1990), peranan faktor lingkungan sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis penyakit TBC. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.